Mukjizat Al-Qur’an Terungkap: Ada Kobaran Api di Dasar Laut

Subhanallah! Baru-baru ini muncul sebuah fenomena retakan di dasar lautan yang mengeluarkan lava, dan lava ini menyebabkan air mendidih hingga suhunya lebih dari seribu derajat Celcius. Meskipun suhu lava tersebut luar biasa tingginya, ia tidak bisa membuat air laut menguap, dan walaupun air laut ini berlimpah-luah, ia tidak bisa memadamkan api.

Allah bersumpah dengan fenomena kosmik unik ini. Firman-Nya: “Ada laut yang di dalam tanahnya ada api” (Qs. Ath-Thur 6).

Nabi SAW bersabda: “Tidak ada yang mengarungi lautan kecuali orang yang berhaji, berumrah atau orang yang berperang di jalan Allah. Sesungguhnya di bawah lautan terdapat api dan di bawah api terdapat lautan.”

Ulasan Hadits Nabi

Hadits ini sangat sesuai dg sumpah Allah SWT yang  dilansir oleh Al-Qur’an pada permulaan Surah Ath-Thur, di mana Allah bersumpah (Maha Besar Allah yang tidak membutuhkan sumpah apapun demi lautan yang  di dalam tanahnya ada api “al-bahrul masjur.” Sumpahnya:

“Demi bukit, dan kitab yang ditulis; pada lembaran yang terbuka; dan demi Baitul Ma’mur; dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam tanahnya ada api, sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorangpun yang dapat menolaknya.” (Qs. Ath-Thur: 1-8)

Bangsa Arab, pada waktu diturunkannya Al-Qur’an tidak mampu menangkap dan memahami isyarat sumpah Allah SWT demi lautan yang  di dalam tanahnya ada api ini. Karena bangsa Arab (kala itu) hanya mengenal makna “sajara” sebagai menyalakan tungku pembakaran hingga membuatnya panas atau mendidih. Sehingga dalam persepsi mereka, panas dan air adalah sesuatu yang  bertentangan. Air mematikan panas sedangkan panas itu menguapkan air. Lalu bagaimana mungkin dua hal yang berlawanan dapat hidup berdampingan dalam sebuah ikatan yang kuat tanpa ada yang  rusak salah satunya?

…tampak jelas bahwa gunung-gunung tengah samudera tersebut sebagian besar terdiri dari bebatuan berapi (volcanic rocks) yang dapat meledak layaknya ledakan gunung berapi yang dahsyat…

Persepsi demikian mendorong mereka untuk menisbatkan kejadian ini sebagai peristiwa di akhirat (bukan di dunia nyata). Apalagi didukung dengan firman Allah SWT: “Dan apabila lautan dipanaskan” (QS. At-Takwir 6).

Memang, ayat-ayat pada permulaan Surah At-Takwir mengisyaratkan peristiwa-peristiwa futuristik yang akan terjadi di akhirat kelak, namun sumpah Allah SWT dalam Surah Ath-Thur semuanya menggunakan sarana-sarana empirik yang benar-benar ada dan dapat ditemukan dalam hidup kita (di dunia).

Hal inilah yang mendorong sejumlah ahli tafsir untuk meneliti makna dan arti bahasa kata kerja “sajara” selain menyalakan sesuatu hingga membuatnya panas. Dan mereka ternyata menemukan makna dan arti lain dari kata “sajara,” yaitu “mala’a” dan “kaffa” (memenuhi dan menahan). Mereka tentu saja sangat gembira dengan penemuan makna dan arti baru ini karena makna baru ini dapat memecahkan kemusykilan ini dengan pengertian baru bahwa Allah SWT telah memberikan anugerah kepada semua manusia dengan mengisi dan memenuhi bagian bumi yang rendah dengan air sambil menahannya agar tidak meluap secara berlebihan ke daratan.

Namun, hadits Rasulullah SAW yang sedang kita bahas ini secara singkat menegaskan bahwa: Sesungguhnya di bawah lautan ada api dan di bawah api ada lautan.

Setelah Perang Dunia II, para peneliti turun dan menyelam ke dasar laut dan samudera dalam rangka mencari alternatif berbagai barang tambang yang sudah nyaris habis cadangannya di daratan akibat konsumerisme budaya materialistik yang dijalani manusia sekarang ini. Mereka dikejutkan dengan rangkaian gunung berapi (volcanic mountain chain) yang membentang berpuluh-puluh ribu kilometer di tengah-tengah seluruh samudera bumi yang kemudian mereka sebut sebagai ‘gunung-gunung tengah samudera’.

Dengan mengkaji rangkaian gunung-gunung tengah samudera ini tampak jelas bahwa gunung-gunung tengah samudera tersebut sebagian besar terdiri dari bebatuan berapi (volcanic rocks) yang dapat meledak layaknya ledakan gunung berapi yang dahsyat melalui sebuah jaring retak yang sangat besar. Jaring retak ini dapat merobek lapisan bebatuan bumi dan ia melingkupi bola bumi kita secara sempurna dari segala arah dan terpusat di dalam dasar samudera dan beberapa lautan. sedangkan kedalamannya mencapai 65 km. Kedalaman jaring retak ini menembus lapisan bebatuan bumi secara penuh hingga menyentuh lapisan lunak bumi (lapisan bumi ketiga) yang memiliki unsur bebatuan yang sangat elastis, semi cair, dan memiliki tingkat kepadatan dan kerekatan tinggi.

Bebatuan lunak ini didorong oleh arus muatan yang panas ke dasar semua samudera dan beberapa lautan semacam Laut Merah dengan suhu panas yang melebihi 1.000 derajat Celcius. Batuan-batuan elastis yang beratnya mencapai jutaan ton ini mendorong kedua sisi samudera atau laut ke kanan dan ke kiri yang kemudian disebut oleh para ilmuwan dengan “fenomena perluasan dasar laut dan samudera.” Dengan terus berlangsungnya proses perluasan ini, maka wilayah-wilayah yang dihasilkan oleh proses perluasan itupun penuh dengan magma bebatuan yang mampu menimbulkan pendidihan di dasar samudera dan beberapa dasar laut.

…meskipun sebegitu banyak, air laut atau samudera tetap tidak mampu memadamkan bara api magma tersebut. Dan magma yang sangat panas pun tidak mampu memanaskan air laut dan samudera….

Salah satu fenomena yang mencengangkan para ilmuwan saat ini adalah bahwa meskipun sebegitu banyak, air laut atau samudera tetap tidak mampu memadamkan bara api magma tersebut. Dan magma yang sangat panas pun tidak mampu memanaskan air laut dan samudera. Keseimbangan dua hal yang berlawanan: air dan api di atas dasar samudera bumi, termasuk di dalamnya Samudera Antartika Utara dan Selatan, dan dasar sejumlah lautan seperti Laut Merah merupakan saksi hidup dan bukti nyata atas kekuasaan Allah SWT yang tiada batas.

Laut Merah misalnya, merupakan laut terbuka yang banyak mengalami guncangan gunung berapi secara keras sehingga sedimen dasar laut ini pun kaya dengan beragam jenis barang tambang. Atas dasar pemikiran ini, dilakukanlah proyek bersama antara Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia, Sudan, dan salah satu negara Eropa untuk mengeksploitasi beberapa kekayaan tambang yang menggumpal di dasar Laut Merah.

Kapal-kapal proyek ini melemparkan stapler barang tambang untuk mengumpulkan sampel tanah dasar Laut Merah tersebut. Stapler pengeruk sampel tanah itu diangkat dalam batang air yang ketebalannya mencapai 3.000 m. Dan jika stapler sampai ke permukaan kapal, tidak ada seorang pun yang berani mendekat karena sangat panasnya. Begitu dibuka, maka keluarlah tanah dan uap air panas yang suhunya mencapai 3.000 derajat Celcius. Dengan demikian, sudah terbukti nyata di kalangan ilmuwan kontemporer, bahwa ledakan gunung vulkanik di atas dasar setiap samudera dan dasar sejumlah laut jauh melebihi ledakan vulkanik serupa yang terjadi di daratan.

…terbukti pula dengan beragam dalil dan bukti bahwa semua air yang ada di bumi dikeluarkan oleh Allah SWT dari dalam bumi melalui ledakan-ledakan vulkanik dari setiap moncong gunung berapi…

Kemudian terbukti pula dengan beragam dalil dan bukti bahwa semua air yang ada di bumi dikeluarkan oleh Allah SWT dari dalam bumi melalui ledakan-ledakan vulkanik dari setiap moncong gunung berapi. Pecahan-pecahan lapisan berbatu bumi menembus lapisan ini hingga kedalaman tertentu mampu mencapai lapisan lunak bumi. Di dalam pisan lunak bumi dan lapisan bawahnya, magma vulkanik menyimpan air yang puluhan kali lipat lebih banyak dibanding debit air yang ada di permukaan bumi.

Dari sini tampaklah kehebatan hadits Nabi SAW ini yang menetapkan sejumlah fakta-fakta bumi yang mencengangkan dengan sabda: “Sesungguhnya di bawah lautan ada api dan di bawah api ada lautan.”

Sebab fakta-fakta ini baru terungkap dan baru bisa diketahui oleh umat manusia pada beberapa tahun terakhir.

Pelansiran fakta-fakta ini secara detail dan sangat ilmiah dalam hadits Rasulullah SAW menjadi bukti tersendiri akan kenabian dan kerasulan Muhammad SAW, sekaligus membuktikan bahwa ia selalu terhubung dengan wahyu langit dan diberitahui oleh Allah Sang maha Pencipta langit dan bumi. Maha benar Allah yang menyatakan:

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli, sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan” (QS. An-Najm 3-10)

Tidak seorang pun di muka bumi ini yang mengetahui fakta-fakta ini kecuali baru pada beberapa dekade terakhir. Sehingga lontaran fakta ini dalam hadis Rasulullah SAW benar-benar merupakan kemukjizatan dan saksi yang menegaskan kenabian Muhammad SAW dan kesempurnaan kerasulannya.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Sumber:

  1. Pembuktian Sains dalam Sunnah buku 1, karya Dr. Zaghlul An-Najjar.
  2. Video http://www.facebook.com/home.php?#!/video/video.php?v=370011087607&ref=m

dikutip dari http://www.voa-islam.com

Carilah Ilmu, Jangan Pelihara Kebodohan!

TAK ADA manusia normal yang mau bodoh. Coba deh kamu tanya diri sendiri, mau gak jadi orang bodoh? Asli, gak asyik banget jadi orang bodoh itu. Islam sendiri sangat memerangi kebodohan apa pun itu bentuknya. Tak heran bila banyak ayat dan hadits yang mendorong memerangi kebodohan dengan cara menuntut ilmu. Mulai dari anjuran Rasul tercinta untuk menuntut ilmu dari buaian hingga ke liang kubur, sampai ayat Qur’an yang menyatakan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat.

Islam sendiri adalah sebuah jalan hidup yang mengajak pemeluknya untuk menjadi cerdas dan pintar. Tersebutlah kisah hikmah seorang Nabi bernama Musa yang mencari Tuhannya pada sosok bulan, bintang dan matahari. Tapi karena semua itu tenggelam dan tidak abadi, maka akal Musa mengatakan tidak. Tuhan macam apa bisa tenggelam semacam itu. Begitu juga ketika ia menghancurkan berhala dan meninggalkan kapak di leher berhala yang paling besar. Ketika orang-orang bertanya padanya, dengan entengnya ia menyuruh mereka bertanya pada si berhala itu saja karena bukti sudah ada di leher si arca tersebut. Kontan orang-orang marah, bagaimana mungkin berhala yang jelas-jelas patung bisa menjawab ketika ditanya? Disinilah Sang Nabiyullah mengajak orang-orang itu untuk menggunakan akalnya.

Mahabenar Allah yang mengabadikan kisah indah tersebut untuk diambil hikmahnya bagi umat kemudian. Di dalam beriman, seyogianya memang bukan taklid buta atau sekadar ikut-ikutan saja. Harus ada proses berpikir di sana agar kokoh keimanan yang ada dalam diri, tidak mudah berubah hanya karena satu kardus mie instant saja. Proses berpikir ini melibatkan semua potensi diri untuk menjawab 3 pertanyaan besar manusia akan kehidupannya. Darimana aku berasal? Untuk apa aku hidup di dunia ini? Dan ke mana aku akan kembali setelah mati?

… Islam sendiri adalah sebuah jalan hidup yang mengajak pemeluknya untuk menjadi cerdas dan pintar…

Kita berasal dari rahim ibu, begitu seterusnya ke silsilah atas hingga nenek moyang yang akhirnya mentok ke manusia pertama yang diciptakan yaitu Adam. Manusia berakal jelas-jelas menolak teori Darwin yang menyatakan bahwa manusia berasal dari kera yang berevolusi. Bila memang evolusi kera menjadi manusia dipercaya, mengapa kera yang sekarang tetap saja menjadi kera dan tidak berubah menjadi manusia? Jadi tidak bisa tidak, kera biarlah bernenek moyang kera begitu juga manusia biarlah bernenek moyang Adam dan Hawa yang jelas-jelas manusia. Sebelum Adam, ada Sang Pencipta yang menciptakannya yaitu Allah.

Allah Maha Menciptakan maka Allah pula Yang Mahamengatur. Penemu Microsoft punya aturan main sendiri, begitu juga penemu Linux. Tak bisa keduanya saling memakai aturan main pihak lain seenaknya sendiri. Begitu juga dengan manusia. Hanya orang sombong disertai kebodohan yang akut saja yang sok membuat aturan sendiri dengan kemampuan akal yang seringkali dianggap sebagai tuhan. Tambal sulam, uji coba sana-sini telah dilakukan system hidup yang sok menjadi penguasa dunia, sosialisme dan kapitalisme. Apa yang terjadi? Duka nestapa dunia makin parah.

Kedua paham ini pun gagal menyingkap ada apa di balik kematian. Sehingga seringkali amal yang mereka kerjakan melulu dunia an sich, tanpa mengaitkannya dengan kehidupan akhirat. Bagaimana mereka bisa mengaitkan, sedangkan percaya saja tidak? Islam mempunyai aturan main yang berbeda. Jawaban atas pertanyaan besar itu saling terkait satu sama lain. Ketika kita meyakini diri ini berasal dari Allah, hidup ini pun juga dalam rangka menjalankan amanah dari-Nya, maka kehidupan setelah mati merupakan momen untuk menghitung amal diri.

… ide rusak itu bernama sekulerisme. Kebodohan sungguh bermula dari ide ini. Karena itu sungguh sayang bila ada muslim yang dengan bangga menjadi pengikut paham salah ini…

Keyakinan inilah yang akan membawa diri seorang muslim untuk selalu terjaga baik dari kemaksiatan maupun kebodohan. Tak ada pemisahan antara agama dari kehidupan. Itu adalah ide rusak bernama sekulerisme. Kebodohan sungguh bermula dari ide ini. Karena itu sungguh sayang bila ada muslim yang dengan bangga menjadi pengikut paham salah ini. Karena saya, kamu dan kita semua adalah pewaris generasi cerdas dan anti kebodohan, maka mari kita campakkan ide sekulerisme ini ke tong sampah peradaban dunia. Kita kembali pada Islam saja sebagai solusi bagi seluruh aspek kehidupan. Setuju kan? So pasti donk itu ^_^ [riafariana/voa-islam.com]

Abu Musa Jabir Ibn Hayyan “The Father of Chemistery”

Ilmu kimia merupakan sumbangan penting yang telah diwariskan para kimiawan Muslim di abad keemasan bagi peradaban modern. Para ilmuwan dan sejarah Barat pun mengakui bahwa dasar-dasar ilmu kimia modern diletakkan para kimiawan Muslim. Tak heran, bila dunia menabalkan kimiawan Muslim bernama Jabir Ibnu Hayyan sebagai ‘Bapak Kimia Modern’.”Para kimiawan Muslim adalah pendiri ilmu kimia,” cetus Ilmuwan berkebangsaan Jerman di abad ke-18 M. Tanpa tedeng aling-aling, Will Durant dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith, juga mengakui bahwa para kimiawan Muslim di zaman kekhalifahanlah yang meletakkan fondasi ilmu kimia modern.

Menurut Durant, kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh peradaban Islam. “Dalam bidang ini (kimia), peradaban Yunani (seperti kita ketahui) hanya sebatas melahirkan hipotesis yang samar-samar,” ungkapnya.

Sedangkan, peradaban Islam, papar dia, telah memperkenalkan observasi yang tepat, eksperimen yang terkontrol, serta catatan atau dokumen yang begitu teliti.Tak hanya itu, sejarah mencatat bahwa peradaban Islam di era kejayaan telah melakukan revolusi dalam bidang kimia.

Kimiawan Muslim telah mengubah teori-teori ilmu kimia menjadi sebuah industri yang penting bagi peradaban dunia. Dengan memanfaatkan ilmu kimia, Ilmuwan Islam di zaman kegemilangan telah berhasil menghasilkan sederet produk dan penemuan yang sangat dirasakan manfaatnya hingga kini.

Berkat revolusi sains yang digelorakan para kimiawan Muslim-lah, dunia mengenal berbagai industri serta zat dan senyawa kimia penting. Adalah fakta tak terbantahkan bahwa alkohol, nitrat, asam sulfur, nitrat silver, dan potasium–senyawa penting dalam kehidupan manusia modern–merupakan penemuan para kimiawan Muslim. Revolusi ilmu kimia yang dilakukan para kimiawan Muslim di abad kejayaan juga telah melahirkan teknik-teknik sublimasi, kristalisasi, dan distilasi. Dengan menguasai teknik-teknik itulah, peradaban Islam akhirnya mampu membidani kelahiran sederet industri penting bagi umat manusia, seperti industri farmasi, tekstil, perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.

Pencapaian yang sangat fenomenal itu merupakan buah karya dan dedikasi para ilmuwan seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Al-Majriti, Al-Biruni, Ibnu Sina, dan masih banyak yang lainnya. Setiap kimiawan Muslim itu telah memberi sumbangan yang berbeda-beda bagi pengembangan ilmu kimia. Jabir (721 M-815 M), misalnya, telah memperkenalkan eksperimen atau percobaan kimia. Ia bekerja keras mengelaborasi kimia di sebuah laboratorium dengan serangkaian eksperimen. Salah satu ciri khas eksperimen yang dilakukannya bersifat kuantitatif. Ilmuwan Muslim berjuluk ‘Bapak Kimia Modern’ itu juga tercatat sebagai penemu sederet proses kimia, seperti penyulingan/distilasi, kristalisasi, kalnasi, dan sublimasi.

Sang ilmuwan yang dikenal di Barat dengan sebutan ‘Geber’ itu pun tercatat berhasil menciptakan instrumen pemotong, pelebur, dan pengkristal. Selain itu, dia pun mampu menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, dan pemurnian.Berkat jasanya pula, teori oksidasi-reduksi yang begitu terkenal dalam ilmu kimia terungkap. Senyawa atau zat penting seperti asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, dan asam asetat lahir dari hasil penelitian dan pemikiran Jabir. Ia pun sukses melakukan distilasi alkohol. Salah satu pencapaian penting lainnya dalam merevolusi kimia adalah mendirikan industri parfum.
Ilmuwan Muslim lainnya yang berjasa melakukan revolusi dalam ilmu kimia adalah Al-Razi (lahir 866 M). Dalam karyanya berjudul, Secret of Secret, Al-Razi mampu membuat klasifikasi zat alam yang sangat bermanfaat. Ia membagi zat yang ada di alam menjadi tiga, yakni zat keduniawian, tumbuhan, dan zat binatang. Soda serta oksida timah merupakan hasil kreasinya.Al-Razi pun tercatat mampu membangun dan mengembangkan laboratorium kimia bernuansa modern. Ia menggunakan lebih dari 20 peralatan laboratorium pada saat itu. Dia juga menjelaskan eksperimen-eksperimen yang dilakukannya. “Al-Razi merupakan ilmuwan pelopor yang menciptakan laboratorium modern,” ungkap Anawati dan Hill.

Bahkan, peralatan laboratorium yang digunakannya pada zaman itu masih tetap dipakai hingga sekarang. “Kontribusi yang diberikan Al-Razi dalam ilmu kimia sungguh luar biasa penting,” cetus Erick John Holmyard (1990) dalam bukunya, Alchemy. Berkat Al-Razi pula industri farmakologi muncul di dunia.

Sosok kimiawan Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah Al-Majriti (950 M-1007 M). Ilmuwan Muslim asal Madrid, Spanyol, ini berhasil menulis buku kimia bertajuk, Rutbat Al-Hakim. Dalam kitab itu, dia memaparkan rumus dan tata cara pemurnian logam mulia. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang membuktikan prinsip-prinsip kekekalan masa –yang delapan abad berikutnya dikembangkan kimiawan Barat bernama Lavoisier.

Sejarah peradaban Islam pun merekam kontribusi Al-Biruni (wafat 1051 M) dalam bidang kimia dan farmakologi. Dalam Kitab Al-Saydalah (Kitab Obat-obatan), dia menjelaskan secara detail pengetahuan tentang obat-obatan. Selain itu, ia juga menegaskan pentingnya peran farmasi dan fungsinya. Begitulah, para kimiawan Muslim di era kekhalifahan berperan melakukan revolusi dalam ilmu kimia. heri ruslan/RioL

Baca :
1) http://en.wikipedia.org/wiki/Alchemy_and_chemistry_in_Islam

2) http://en.wikipedia.org/wiki/Jabir_ibn_Hayyan

3) http://en.wikipedia.org/wiki/Al-Razi

4) http://labitacoradealchemy.blogspot.com

dikutip dari http://www.tonyoke.wordpress.com

Armada Laut di Era Kejayaan Islam

1Ilmu astronomi berkembang seiring dengan kebutuhan penjelajahan kaum Muslim ke berbagai belahan dunia. Pasalnya, astronomi bermanfaat untuk navigasi dalam upaya menjangkau negerinegeri yang jauh dari wilayah kekuasaan Islam. Dengan demikian, astronomi membantu mengembangkan misi dakwah Islam, juga memperkuat perkembangan ilmu pengetahuan umat. Dalam proses menggapai dua misi itu, tak jarang umat Islam harus berhadapan dengan pasukan musuh yang menghadang. Maka dibutuhkan pasukan perang yang kuat dengan bekal pengetahuan perbintangan yang mumpuni. Dalam satu dekade sejak penaklukan Mesir, umat Islam berhadapan dengan Byzantium (Kekaisaran Romawi). Dalam persaingan itu, umat Islam berhasil menguasai Laut Tengah bagian timur, yakni Cyprus sekitar tahun 30 H (649 M), dan Rhodes pada tahun 52 H (672 M).

Pada saat itu, Kekaisaran Romawi memiliki armada angkatan laut yang hebat dan kuat di Laut Tengah. Mereka menjadi salah satu kekuatan militer terkuat di dunia pada zamannya. Maka, umat Muslim berpikir bagaimana cara melawan angkatan laut yang tak terkalahkan itu. Sejak saat itulah dibentuk armada angkatan laut Muslim. Di sini navigasi diperlukan untuk menuntun arah hingga ke tempat-tempat yang mereka tuju.

Kaum Muslim berkeyakinan, makin teliti seorang navigator dalam menentukan posisinya di tengah laut, berdasarkan peredaran matahari, bulan, atau bintang, makin tinggi pula akurasi perhitungan waktu dan tempat yang dituju. Dengan demikian, persiapan logistik selama perjalanan pun dapat dilakukan secara lebih matang.

Ada kaidah berbunyi Ma laa yatimmul waajib illaa bihi, fahuwa wajib (apa yang mutlak diperlukan untuk menyempurnakan sesuatu kewajiban, hukumnya wajib pula). Kaidah ini menjadi pedoman bagi kaum Muslimin dalam menyiapkan peperangan melawan Kaisar Romawi ketika itu.

Mereka mulai mempelajari teknik perkapalan, navigasi dengan astronomi maupun kompas, dan mesiu. “Bangsa Arab sangat cepat menanggapi kebutuhan akan angkatan laut yang kuat untuk mempertahankan dan mempersatukan daerah kekuasaannya,” jelas Ahmad Y. Al-Hassan dan Donald R Hill dalam karyanya Islamic Technology: An Illustrated History.

Selama era kekuasaan Bani Ummayah, Khalifah Mu’awiyah (602M-680M) berusaha memulihkan kembali kesatuan wilayah Islam. Setelah berhasil mengamankan situasi dalam negeri, Mu’awiyah segera mengerahkan pasukan untuk perluasan wilayah kekuasaan.

Penaklukan Afrika Utara (647 M- 709 M) merupakan peristiwa penting dan bersejarah selama masa kekuasaannya. Gubernur Mesir kala itu, Amr Ibnu Ash, merasa terganggu oleh kekuasaan Romawi di Afrika Utara. Karenanya, Amr Ibnu Ash mengerahkan pasukan di bawah pimpinan Jenderal Uqbah untuk menaklukkan wilayah Afrika Utara itu.

Pasukan Uqbah akhirnya berhasil menguasai Kairowan hingga ke bagian selatan wilayah Tunisia. Khalifah Mu’awiyah kemudian membangun benteng untuk melindungi kota Kairowan dari serangan pasukan Berber dan menjadikan kota Kairowan sebagai ibukota propinsi Afrika Utara.

Mu’awiyah tercatat sebagai pendiri armada angkatan laut Islam. Ia pernah menjabat sebagai Gubernur Syria, ketika kekhalifahan Islam dipimpin oleh khalifah rasyidah ketiga, Ustman bin Affan. Selama itu pula Mu’awiyah telah memiliki lima puluh armada laut yang tangguh. Pasukan laut ini akhirnya berhasil menaklukkan Cyprus (649 M), Rhodes (672 M), dan kepulauan lainnya di sekitar Asia Kecil.

Dengan penaklukan Afrika Utara (647 M- 709 M) dan Spanyol (705-715 M), kirakira 40 tahun kemudian, armada angkatan laut Islam di seluruh Laut Tengah menjelma sebagai yang terkuat dan tak terkalahkan hingga dua abad berikutnya. Pasukan ekspedisi dari Afrika Utara menduduki Sisilia pada tahun 211 H (837 M). Angkatan laut tersebut hingga masuk ke wilayah pantai Italia dan Prancis Selatan.

Armada laut Turki Ustmani
Berselang beberapa abad kemudian, Kesultanan Ustmani (Ottoman) juga mampu mengalahkan kekuatan Kaisar Romawi. Mereka berhasil menundukkan Konstantinopel (ibu kota Kekaisaran Byzantium) pada tahun 1453. Sejak itu, pemerintahan Ustmani mulai mengembangkan Istanbul (kota Islam) menjadi pusat pelayaran.

Bahkan, Sultan Muhammad II pun menetapkan lautan dalam Golden Horn sebagai pusat industri dan gudang persenjataan maritim. Dia juga mengangkat komandan angkatan laut, Hamza Pasha, untuk membangun industri dan gudang persenjataan laut.

Kesultanan Ustmani juga membuat sebuah kapal di Gallipoli Maritime Arsenal. Dengan komando Gedik Ahmed Pasha (tahun 1480 M), Kesultanan Ustmani memperkokoh basis kekuatan lautnya di Istanbul. Maka tak heran, jika marinir Turki mendominasi Laut Hitam dan menguasai Otranto.

Pada era kekuasaan Sultan Salim I (1512 M-1520 M), Kesultanan Turki Ustmani memodifikasi pusat persenjataan maritim di Istanbul. Salim I berambisi menciptakan negara yang kuat, tangguh di darat dan laut. Ia bertekad memiliki angkatan laut yang besar dan kuat untuk menguasai lautan.

Pembangunan dan perluasan pusat persenjataan maritim pun dilakukan dari Galata sampai ke Sungai Kagithane di bawah pengawasan Laksamana Cafer. Pembangunan dan perluasan ini rampung pada tahun 1515 M. Proyek besar ini menyedot dana hingga sekitar 50 ribu koin.

Selain mengembangkan pusat persenjataan Maritim Istanbul, Sultan Salim I juga memerintahkan membuat beberapa kapal laut berukuran besar. Selang beberapa tahun kemudian, sebanyak 150 unit kapal selesai dibuat. Dengan kekuatan yang dahsyat itu, Sultan Salim I pernah mengatakan, “Jika Scorpions (pasukan Kristen) menempati laut dengan kapalnya, jika bendera Paus dan raja-raja Prancis serta Spanyol berkibar di Pantai Trace, itu semata-mata karena toleransi kami.”

Dengan memiliki armada kapal laut terbesar di dunia pada abad ke-16 M, Turki Ustmani telah menguasai Laut Mediterania, Laut Hitam, dan Samudera Hindia. Tak heran, bila kemudian Turki Ustmani kerap disebut sebagai kerajaan yang bermarkas di atas kapal laut. Ambisi Sultan Salim I menguasai Lautan akhirnya tercapai.

Bahkan, sekembalinya Sultan Salim I dari Mesir, ia berpikir kembali akan pentingnya membangun kekuatan di lautan yang lebih kuat. Sebelumnya, kekuasaan Ustmani Turki telah menguasai pelabuhan penting di Timur Mediterania, seperti Syiria dan Mesir. Gagasan Sultan Salim I ini terus dikembangkan oleh sultan-sultan berikutnya. Berkat kehebatannya, Turki Ustmani sempat menjadi adikuasa yang disegani bangsa-bangsa di dunia, baik di darat maupun di laut.

Mengenal Tipe Kapal Perang

2Seiring berkembangnya teknologi navigasi, teknologi perkapalan pun berkembang pesat di dunia Islam. Teknologi perkapalan merupakan kekuatan industri dunia terbesar di abad pertengahan. Ketika itu, umat Islam memiliki begitu banyak pelabuhan yang ramai dan padat.  Dan di sepanjang daerah pantai kota-kota Islam banyak berdiri pusat-pusat pembuatan dan perakitan kapal. Setiap negeri Muslim menciptakan kapal dengan model dan jenis yang berbeda-beda. Selain membuat kapal untuk tujuan berniaga, pada era itu umat Islam juga gencar membuat kapal-kapal perang.
Kapal perang dibangun untuk memperkokoh pertahanan wilayah kekuasaan kekhalifahan Islam di lautan. Sehingga, ketika itu kekhalifahan Islam tak hanya tangguh di darat, namun juga kuat di lautan. Begitu sulit untuk dikalahkan. Kapal perang didesain lebih ramping dan dikendalikan dengan layar atau dayung. Sedangkan, kapal niaga dibangun dengan cukup lebar.

Rancangan seperti itu sengaja dibuat agar kapal dapat membawa barang dalam jumlah yang banyak. Pada masa itu, kapal perang yang paling besar sanggup menampung sekitar 1.500 pasukan. Sedangkan kapal dagang yang besar mampu menampung 1.000 ton barang.

Menurut Al-Hasan dan Hill, pada mulanya kapal-kapal perang tersebut dibuat di Mesir dan Syria oleh para ahli pembuat kapal nomor wahid. Konstruksi kapal dibuat sama dengan kapal-kapal yang dibuat oleh angkatan laut Byzantium. “Para kelasi direkrut dari penduduk setempat, tetapi para tentara yang membawahi mereka adalah orang-orang Arab,” jelas Al-Hassan dan Hill.

Seiring berjalannya waktu, dunia perkapalan semakin maju. Bahkan pembuatan kapal serta perlengkapan angkatan laut secara keseluruhan menjadi mata usaha orang-orang Islam kala itu. Akibatnya, kaum Muslimin menjadi ahli dalam kedua cabang keahlian yang berkaitan dengan kelautan itu. Mereka tercatat membuat beberapa kemajuan penting. Kapal-kapal yang besar mampu mereka hasilkan. Bahkan mereka merancang kapal perang besar seperti shini, kapal besar (galley) yang digerakkan dengan 143 dayung.

Pada tahun 326 H (972 M), papar Al-Hasan dan Hill, Khalifah Mu’izz Din Allah dari Dinasti Fathimiyyah menjadi pimpinan pembuatan 600 kapal di galangan kapal Maqs di Mesir. Salah satu kapal besar lainnya tipe buttasa, sebuah kapal layar yang dapat menopang sebanyak 40 layar. “Salah satu kapal jenis ini membuat rekor dengan kemampuannya memuat 1.500 orang termasuk awak dan tentara,” ungkap Al-Hasaan dan Hill.

Adapun jenis kapal lainnya adalah ghurab (secara harafiah berarti gagak). Dinamai demikian mungkin berdasarkan bentuk haluan kapal tersebut. Jenis lainnya adalah kapal shallandi, kapal dengan dek lebar yang digunakan untuk membawa muatan. Dua nama kapal tersebut sampai ke Eropa, bahkan masuk ke dalam kosakata bahasa Eropa dan berubah menjadi corvett dan challand.

Kaum Muslim juga mampu membuat kapal jenis qurqura (bahasa Latinnya berburu), yakni kapal Cyprus yang besar untuk membawa kebutuhan armada. Mereka juga menciptakan beberapa kapal kecil yang dirancang untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti kapal untuk suplai barang dan senjata, kapal untuk komunikasi dari kapal ke pantai, kapal pengintai, dan kapal untuk pengeran dan penangkapan musuh. “Kebanyakan kapal itu didayung, tetapi shubbak (perahu nelayan Laut Tengah) selain mempunyai dayung-dayung dilengkapi pula dengan sejumlah layar,” kata Al-Hassan dan Hill.

Jenis kapal yang lebih besar bisa digunakan untuk membawa penembak misi dan mesin-mesin untuk melepaskan bahan peledak dan juga untuk membawa para awak kapal yang terampil. Ketika teknologi perkapalan belum canggih, pertempuran laut berlangsung dalam jarak jauh. Namun dalam perkembangannya, semua kapal dilengkapi jepitan besi untuk merapatkan pinggiran lambung kapal musuh, sehingga banyak pertempuran pada akhirnya ditentukan oleh perkelahian berhadap-hadapan antara para awak dan pelaut yang sedang bertempur. she/des

Sumber : Republika Baca lebih lanjut

Kamal al-Din al-Farisi Ahli Fisika dari Persia

Kamal din al-farisi adalah pakar fisika dari Persia. Ia dilahirkan di kota Tabriz, Persia sekarang Iran- pada 1267 M dan meninggal pada 1319 M. Ilmuwan yang bernama lengkap Kamal al-Din Abu’l-Hasan Muhammad Al-Farisi itu kesohor dengan kontribusinya tentang optik serta teori angka. Ia merupakan murid seorang astronom dan ahli matematika terkenal, Qutb al-Din al-Shirazi (1236-1311), yang juga murid Nasiruddin al-Tusi. Dalam bidang optik, al-Farisi berhasil merevisi teori pembiasan cahaya yang dicetuskan para ahli fisika sebelumnya. Gurunya, Shirazi memberi saran agar al-Farisi membedah teori pembiasan cahaya yang telah ditulis ahli fisika Muslim legendaris Ibnu al-Haytham (965-1039).

Secara mendalam, al-Farisi melakukan studi secara mendala mengenai risalah optik yang ditulis pendahuluannya itu. Sang guru juga menyarankannya agar melakukan revisi terhadap karya Ibnu Haytham. Buku hasil revisi terhadap pemikiran al-Hacen – nama panggilan Ibnu Haytham di Barat — tersebut kemudian jadi sebuah adikarya, yakni Kitab Tanqih al-Manazir (Revisi tentang Optik).

Kitab Tanqih merupakan pendapat dan pandangan al-Farisi terhadap buah karya Ibnu Haytham. Dalam pandangannya, tak semua teori optik yang diajukan Ibnu Haytham menemukan kebenaran. Guna menutupi kelemahan teori Ibnu Haytham, al-Farisi Al-Farisi lalu mengusulkan teori alternatif. Sehingga, kelemahan dalam teori optik Ibnu Haytham dapat disempurnakan.
Salah satu bagian yang paling penting dalam karya al-Farisi adalah komentarnya tentang teori pelangi. Ibnu Haytham sesungguhnya mengusulkan sebuah teori, tapi al-Farisi mempertimbangkan dua teori yakni teori Ibnu Haytham dan teori Ibnu Sina (Avicenna) sebelum mencetuskan teori baru. Teori yang diusulkan al-Farisi sungguh luar biasa. Ia mampu menjelaskan fenomena alam bernama pelangi menggunakan matematika.

Menurut Ibnu Haytham, pelangi merupapakan cahaya matahari dipantulkan awan sebelum mencapai mata. Teori yang dicetuskan Ibnu Haytham itu dinilainya mengandung kelemahan, karena tak melalui sebuah penelitian yang terlalu baik. Al-Farisi kemudian mengusulkan sebuah teori baru tentang pelangi. Menurut dia, pelangi terjadi karena sinar cahaya matahari dibiaskan dua kali dengan air yang turun. Satu atau lebih pemantulan cahaya terjadi di antara dua pembiasan.

“Dia (al-Farisi) membuktikan teori tentang pelanginya melalui eksperimen yang luas menggunakan sebuah lapisan transparan diisi dengan air dan sebuah kamera obscura,” kata J. J O’Connor, dan E.F. Robertson dalam karyanya bertajuk “Kamal al-Din Abu’l Hasan Muhammad Al-Farisi”. Al-Farisi pun diakui telah memperkenalkan dua tambahan sumber pembiasan, yaitu di permukaan antara bejana kaca dan air. Dalam karyanya, al-farisi juga menjelaskan tentang warna pelangi. Ia telah memberi inspirasi bagi masyarakat fisika modern tentang cara membentuk warna.

Para ahli sebelum al-Farisi berpendapat bahwai warna merupakan hasil sebuah pencampuran antara gelap dengan terang. Secara khusus, ia pun melakukan penelitian yang mendalam soal warna. Ia melakukan penelitian dengan lapisan/bola transparan. Hasilnya, al-Farisi mencetuskan bahwa warna-warna terjadi karena superimposition perbedaan bentuk gambar dalam latar belakang gelap.

“Jika gambar kemudian menembus di dalam, cahaya diperkuat lagi dan memproduksi sebuah warna kuning bercahaya. Selanjutnya mencampur gambar yang dikurangi dan kemudian sebuah warna gelap dan merah gelap sampai hilang ketika matahari berada di luar kerucut pembiasan sinar setelh satu kali pemantulan,” ungkap al-Farisi. kamal-al-dinPenelitiannya itu juga berkaitan dengan dasar investigasi teori dalam dioptika yang disebut al-Kura al-muhriqa yang sebelumnya juga telah dilakukan oleh ahli optik Muslim terdahulu yakni, Ibnu Sahl (1000 M) dan Ibnu al-Haytham (1041 M). Dalam Kitab Tanqih al-Manazir , al-Farisi menggunakan bejana kaca besar yang bersih dalam bentuk sebuah bola, yang diisi dengan air, untuk mendapatkan percobaan model skala besar tentang tetes air hujan.

Dia kemudian menempatkan model ini dengan sebuah kamera obscura yang berfungsi untuk mengontrol lubang bidik kamera untuk pengenalan cahaya. Dia memproyeksikan cahaya ke dalam bentuk bola dan akhirnya dikurangi dengan beberapa percobaan dan penelitian yang mendetail untuk pemantulan dan pembiasan cahaya bahwa warna pelangi adalah sebuah fenomena dekomposisi cahaya.

Hasil penelitiannya itu hampir sama dengan Theodoric of Freiberg. Keduanya berpijak pada teori yang diwariskan Ibnu Haytham serta penelitian Descartes dan Newton dalam dioptika (contohnya, Newton melakukan sebuah penelitian serupa di Trinity College, dengan menggunakan sebuah prisma agak sedikit berbentuk bola).

Hal itu dijelaskan Nader El-Bizri, dalam beberapa karyanya seperti “Ibn al-Haytham”, in Medieval Science, Technology, and Medicine: An Encyclopedia , “Optics”, in Medieval Islamic Civilization: An Encyclopedia serta “Al-Farisi, Kamal al-Din,” in The Biographical Encyclopaedia of Islamic Philosoph serta buku “Ibn al-Haytham, al-Hasan”, in The Biographical Encyclopaedia of Islamic Philosophy.

Di kalangan sarjana modern terjadi perbedaan pendapat mengenai teori pelangi yang dicetuskan al-Farisi. Ada yang meyakini itu sebagai karya al-Farisi, selain itu ada juga yang menganggap teori itu dicetuskan gurunya al-Shirazi. “Penemuan tentang teori itu seharusnya kiranya berasal dari (al-Shirazi), kemudian diperluas [al-Farisi],” papar Boyer.
Al-Farisi telah memberikan kontribusi yang begitu besar bagi pengembangan ilmu optik. Pemikiran dan teori yang dicetuskannya begitu bermanfaat dalam menguak rahasia alam, salah satunya pelangi. she

Teori Angka Al-Farisi

Dalam bidang matematika, al-Farisi memberikan kontribusi yang penting mengenai angka yakni teori angka. Karyanya yang paling mengesankan dalam teori angka adalah amicable numbers (angka yang bersabat). Al-Farisi mencatat ketidakmungkinan memberikan sebuah cara pemecahan persamaan bilangan bulat.

Dalam Kitab Tadhkira al-ahbab fi bayan al-tahabb (Memorandum for friends on the proof of amicability) al-Farisi memberikan bukti baru mengikuti teori Thabit ibnu Qurra dalam angka bersahabat (amicable numbers) . Amicable number merupakan pasangan bilangan yang mempunyai sifat unik; dua bilangan yang masing-masingnya adalah jumlah dari pembagi sejati bilangan lainnya. Thabit, telah berhasil menciptakan rumus bilangan bersahabat sebagai berikut:

p = 3 x 2n11
q = 3 x 2n1
r = 9 x 22n11

Penjelasannya: n > 1 adalah sebuah bilangan bulat. p, qr, dan r adalah bilangan prima. Sedangkan, 2npq dan 2nr adalah sepasang bilangan bersahabat. Rumus ini menghasilkan pasangan bersahabat (220; 284), sama seperti pasangan (17296, 18416) dan pasangan (9363584; 9437056). Pasangan (6232; 6368) juga bersahabat, namun tak dihasilkan dari rumus di atas.

Teori bilangan bersahabat yang dikembangkan Thabit juga telah menarik perhatian matematikus sesudahnya. Selain Abu Mansur Tahir Al-Baghdadi (980 M-1037 M) dan al Madshritti (wafat 1007 M), al-Farisi juga tertarik mengembangkan teori itu. Dalam Tadhkira al-ahbab fi bayan al-tahabb al-Farisi juga memperkenalkan sebuah karya besar yakni pendekatan terbaru meliputi ide mengenai faktorisasi dan metode gabungan. Pada kenyataannya pendekatan al-Farisi menjadi dasar dalam faktorisasi khusus bilangan bulat ke dalam kuasa-kuasa angka utama.

Diakhir risalahnya, al-Farisi memberikan pasangan-pasangan angka bersahabat (amicable numbers) 220, 284 dan 17296, 18416, diperoleh dari peraturan Thabit dengan n = 2 dan n = 4 berturut-turut. Pasangan angka bersahabat 17296, 18416 diketahui pasangan angka bersahabat Euler.

Sehingga tak diragukan lagi bahwa al-Farisi mampu menemukan angka bersahabat sebelum Euler. Tak cuma matematikus Muslim yang tertarik dengan teori bilangan bersahabat. Ilmuwan yang diagungagungkan peradaban Barat, Rene Descartes (1596 M- 1650 M), juga mengembangkannya. Peradaban Barat kerap mengklaim teori bilangan bersahabat berasal dari Descartes. Selain itu, matematikus lain yang mengembangkan teori ini adalah C Rudolphus./she/taq

DIKUTIP DARI WWW.TONYOKE.WORDPRESS.COM

Islam Pelopor Revolusi Hijau Abad Pertengahan

Era keemasan Islam yang berlangsung dari abad ke-8 M hingga 13 M begitu banyak meninggalkan warisan bagi peradaban manusia. Dalam masa kejayaannya, umat Islam ternyata telah berhasil melakukan transformasi fundamental di sektor pertanian yang kini dikenal sebagai Revolusi Hijau Abad Pertengahan atau Revolusi Pertanian Muslim.

Kala itu, para saudagar Muslim di sepanjang ‘dunia tua’ yakni Eropa, Asia, dan Afrika sebelum abad ke-15 M , mampu membangun perekonomian global. Revolusi hijau telah memungkinkan beragam tanaman berikut teknik bercocok tanamnya menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam. Pada era itu, berbagai teknik serta penyebaran berbagai hasil pertanian dari luar dunia Islam dapat dengan mudah diadopsi.

article465-img1356_kutabesaksketsapalembangjaekesUmat Islam pada abad pertengahan juga telah menjadi pelaku utama globalisasi hasil pertanian. Ketika itu, tanaman asal Afrika seperti gandum, buah jeruk khas negeri tirai bambu Cina, serta sejumlah tanaman asli dari India seperti buah mangga, beras, kapas, serta gula tebu ternyata dikembangkan dan didistribusikan melalui tanah-tanah yang dikuasai Islam.

Lalu bagaimana globalisasi dan revolusi hijau itu berawal? Cikal bakal globalisasi sudah mulai terbentuk ketika Dinasti Islam menjadi pusat peradaban dunia dan Islam berada dalam era keemasan. Ketika itu, pengetahuan, perdagangan dan perekonomian dari berbagai wilayah yang awalnya terisolasi mulai menjalin kontak dengan para penjelajah, pelaut, sarjana, saudagar, serta wisatawan Muslim.

Beberapa kalangan menjuluki periode itu sebagai Pax Islamica atau ‘Era Penemuan Afro-Asiatic’. Para saudagar serta penjelajah Muslim yang mengarungi ‘dunia tua’ mulai membangun cikal bakal perekonomian global. Jaringan perdagangan pun berkembang luas di Asia, Afrika, serta Eropa. Jalur perdagangan kala itu sudah menyebar dari Samudera Atlantik dan Laut Mediterania di bagian Barat, menuju Samudera India dan Laut Cina di bagian Timur.

Berkembangnya perekonomian global pada abad pertengahan didukung oleh berdirinya Dinasti Islam, seperti Khalifah Rasyidin, Umayyah, Abbasiyah, serta Fatimiyah. Sebab, pada masa dinasti itu berkuasa, pemerintahan Islam menjadi kekuatan ekonomi terkemuka dan terbesar dari abad ke-7 M hingga abad ke-15 M.

Guru besar sejarah abad pertengahan Prof Thomas F Glick menuturkan, revolusi pertanian Muslim ditandai dengan munculnya varietas tanaman-tanaman yang baru serta dibangunnya jaringan irigasi yang luas dan intensif. ”Pada masa itu, petani Muslim bisa menanam tanaman sebanyak tiga sampai empat kali dalam setahun di atas lahan yang awalnya hanya bisa ditanami sekali setahun,” ungkap Glick.

317narkSeiring berkembang pesatnya ilmu pengetahuan di pusat-pusat pemerintahan Islam, para sarjana dan petani Muslim mulai mengembangkan inovasi di bidang pertanian. Seperti diungkapkan Glick, umat Islam pada era itu sudah mengembangkan sistem rotasi tanam dengan cara modern. Dengan mengetahui karakteristik tanaman serta tanah, para petani pada saat itu bisa memanen hasil pertaniannya lebih banyak dan lebih sering. Dr Zohor Idrisi dalam tulisannya berjudul The Muslim Agricultural Revolution mengungkapkan, para saudagar yang menjelajah dunia selalu pulang membawa bibit tanaman.

”Kebanyakan tanaman yang bernilai guna, seperti tebu, pisang, dan kapas membutuhkan air,” papar Idrisi. Untuk menanam bibit tanaman yang dibawa dari berbagai wilayah itu, para petani Islam ketika itu membangun sistem irigasi buatan yang luas. Tak heran, jika irigasi buatan lebih dikenal di dunia Islam, ketimbang di Eropa. Apalagi, pada era itu pemerintahan Islam sangat mendukung pembangunan di sektor pertanian. Maka, jaringan dan saluran irigasi pun dibangun untuk mengairi kebun dan sawah. Pembangunan pertanian yang dilakukan umat Islam dikembangkan berdasarkan pendekatan ilmiah.

Hal itu terlihat dari tiga elemen utama penunjang pertanian yakni; sistem pola tanam yang mutakhir, teknik pembangunan irigasi yang tinggi, serta munculnya beragam varietas tanaman yang disertai dengan katalog berdasarkan musim, tipe tanah, dan jumlah air yang dibutuhkan. Para sarjana pertanian Islam juga mampu menyusun sejumlah ensiklopedia pertanian dan ilmu tumbuh-tumbuhan atau botani. Salah seorang sarjana pertanian Muslim yang banyak memperkenalkan dan menemukan tanaman baru adalah Ibn Al-Baitar.

Pada awal abad ke-9 M, sistem pertanian modern telah menjadi sentra kehidupan ekonomi dan organisasi dalam dinasti Islam. Kekhalifahan Islam menggantikan peran Roma sebagai eksportir produk pertanian. Selama revolusi pertanian Muslim, pengolahan gula mulai diproduksi secara besar-besaran. Penggilingan dan perkebunan gula dalam skala besar bermunculan.

Sejumlah kota di ‘Timur Dekat’ seperti Anatolia, Yordania, Syria and Lebanon, Georgia, Armenia, Mesopotamia, Afrika Utara, dan Spanyol didukung dengan sistem pertanian yang ditopang irigasi yang luas berbasis pengetahuan hidrolik dan prinsip-prinsip hidrostatis. Sistem irigasi juga digerakkan dengan sistem yang canggih seperti noria, pemutar air, dam, serta waduk. Pada era keemasan Islam, penguasa juga memberikan insentif bagi para pemilik lahan serta para petani penggarapnya. Dinasti Islam pada masa itu mengakui kepemilikan pribadi dan hasil panen dibagi dengan para penggarapnya. Sementara Eropa masih menerapkan sistem budak di pertanian dan perkebunan.

Pada zaman kejayaan Islam berlangsung transformasi sosial melalui perubahan kepemilikan lahan. Setiap orang, perempuan atau laki-laki dari berbagai etnis serta agama memiliki hak untuk membeli, menjual, menggadaikan, serta menyewakan lahan untuk pertanian atau keperluan lainnya. Setiap kesepakatan dalam pertanian, industri, perdagangan dan ketenagakerjaan harus disertai dengan kontrak. Kedua belah pihak harus memegang kontrak itu. Demikianlah Islam menjadi pelopor revolusi hijau dan globalisasi hasil pertanian di abad pertengahan.

DIKUTIP DARI “WWW.TONYOKE.WORDPRESS.COM”

Konsep Ekonomi Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun juga banyak memberi kontribusi bagi pengembangan ilmu ekonomi. Tak heran, bila dia juga dijuluki sebagai `Bapak Ekonomi’. Gagas dan pemikiran tentang ekonomi Ibnu Khaldun telah mengilhami sejumlah ekonom terkemuka. Empat abad setelah Ibnu Khaldun berpulang, pemikirannya tentang ekonomi muncul kembali melalui Adam Smith serta David Ricardo.

Setelah itu, Karl Marx serta John Maynard Keynes juga banyak menyerap pemikiran Ibnu Khaldun. Salah satu pengaruh pemikiran Ibnu Khaldun yang diadopsi Karl Marx antara lain, mengenai dialektika yang saling mempengaruhi antara pemikiran dan dasar material. Selain itu, mengenai beberapa cara spesifik variabel ekonomi, khususnya dengan peran tenaga kerja dalam hubungan sosial.

Ibnu Khaldun begitu menghormati tenaga kerja sebagai salah satu dari dasar utama masyarakat dan diskusi tentang profit sebagai nilai yang didapat dari pekerjaan manusia. Pemikiran ekonomi Ibnu Khaldun menggabungkan hablum minallah dan hablum minnanas.

Ia mendefinisikan ekonomi secara sosial sebagai aktivitas ekonomi yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka mempengaruhinya. Prespektif tersebut digunakan Ibn Khaldun dalam menganalisis nilai pekerja manusia, dalam arti mata pencaharian dan stratifikasi ekonomi sosial. Ibnu Khaldun juga berpendapat bahwa organisasi sosial adalah ’sesuatu yang diperlukan’ bagi usaha manusia dan keinginannya untuk hidup dan bertahan hidup ‘dengan bantuan makanan’. Untuk mencapai tujuan ini kemampuan individu saja tidaklah cukup.

Dalam Al-Muqqadimah, Ibnu Khaldun juga memberikan keutamaan, bukan eksklusif, posisi faktor ekonomi dalam sejarah. Aktivitas intelektual dari manusia, seni dan ilmu pengetahuan, sikap dan perilaku moralnya, gaya hidup dan selera, standar kehidupan dan adat didefinisikan Ibnu Khaldun melalui derajat atau tingkatan produksi.

Dikutip dari “www.tonyoke.wordpress.com

Keterpeliharaan Al-Qur’an


“Supaya Dia mengetahui bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-2 Tuhannya, sedang sebenarnya ilmu-Nya meliputi apap yang ada  pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.”
(al-_Jinn 72: 28).

Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan hitungan-al­adad: peredaran bintang, keseimbangan alam semesta, pemben­tukan manusia, atom, kuantum mekanik, dan bahkan ayat-ayat dalam al-Qur’an sendiri. Mereka terstruktur dengan hitungan yang sistematis dan teliti.

AI-Qur’an dalam bahasa Arab berarti “pembacaan”. al-Quran mungkin kitab yang paling banyak dibaca di dunia. Per­lu diketahui, sesungguhnya kata Kitab Suci tidak ada di al-Qur’an. Yang ada adalah sebutan Kitab Mulia, Kitab Agung, Kitab Pemurah, dan lainnya. Kitab Suci dikenal karena media, terpengaruh sebutan kitab suci lainnya. Kesempurnaan dalam bahasa tidak dapat ditentang oleh para pujangga. Bahasa dan makna dipadukan. Irama, keselarasan melodi, ritmenya menghasilkan sebuah efek hipnotis yang kuat.1 Barangkali bagi orang awam, kandungan al-Qui an sulit dimengerti, karena ia tidak dimulai secara kronologis ataupun narasi-narasi sejarah seperti halnya kitab Yahudi. Ia juga tidak mendasarkan teolo­ginya dalam cerita-cerita dramatis sebagaimana epik-epik India. Tidak pula Tuhan diungkap dalam bentuk manusia sebagai­mana dalam Bibel dan Bhagavad Gita. Ia berbicara langsung soal pendidikan-sebagaimana sering dikemukakan oleh para penulis modern-berbicara mengenai membaca, mengajar, memahami dan menulis2 (al-‘Alaq 96 : 1-5). Di dalam al-Qur’an sendiri ada pemakaian kata “al-Qur’an” dalam arti bacaan, sebagaimana tersebut dalam ayat 17,18 Surat 75 al-Qiyamah:

“Sesungguhnya mengumpulkan al-Qur’an (dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya maka ikutilah ba­caannya.”

Kata pertama di dalam al-Qur’an dan Islam adalah sebuah perintah yang ditujukan kepada Nabi, yang secara linguistik menunjukkan bahwa penyusunan teks al-Qur’an berada di luar kewenangan Muhammad saw. Gaya serupa ini tetap diperta­hankan di sepanjang al-Qur’an. Ia berbicara kepada atau ten­tang Nabi dan tidak mengizinkan Nabi berbicara atas kehen­daknya sendir.3 Al-Qur’an menggambarkan dirinya sendiri sebagai sebuah kitab yang “diturunkan” Tuhan kepada Nabi; ungkapan kata “diturunkan” atau anzalna dalam berbagai bentuk digunakan lebih dari 200 kali. Secara intrinsik, ini berarti bahwa konsep dan isi al-Qur’an benar-benar diturunkan dari langit. Sebagaimana dalam beberapa ayat yang lain, Tuhan juga menurunkan besi, mizan (keadilan, keseimbangan, harmoni) dan 8 pasang binatang ternak. Al-Qur’an diturunkan secara bertahap dalam berbagai peristiwa yang memakan waktu 22 tahun 2 bulan dan 22 hari. Ia dikutip langsung dari catatan di Lauh Mahfuzh, yang berarti Kitab Utama atau bermakna “Pusat Arsip”.4

Al-Qur’an berpandangan bahwa bacaan tersebut tersusun rapi, sempurna dan tidak ada yang ketinggalan. Ia dalam peng­gambarannya sangat unik. Nabi pun kadang-kadang dikritik dan ditegur dalam beberapa peristiwa. Al-Qur’an juga selalu menyisipkan ayat-ayat tertentu, seperti “intan yang berkilauan”, dalam pelajaran metafisisnya. Ia mendesak pembaca agar menggunakan kemampuan intelektualnya, mengenali isyarat ­isyarat ilmiah berupa “intan yang berkilauan”, tanda-tanda kebesaran Pencipta melalui alam semesta, sumber Metafisis Tertinggi. Muslim modern mengatakan ada sekitar 900 ayat yang memuat tanda-tanda ini, dari total 6.236 ayat. Hanya 100 ayat yang berbicara persoalan peribadatan, dan puluhan ayat yang membahas masalah-masalah pribadi, hukum perdata, hukum pidana, peradilan dan kesaksian.5 Al-Qur’an berbeda cara pe­nyajiannya, bisa saja membahas masalah keimanan, moral, ritu­al, hukum, sejarah, alam, antisipasi masa mendatang, secara sekaligus dalam satu surat. Ini memberikan daya persuasi yang lebih besar, karena semua berlandaskan keimanan kepada Tuhan Yang Esa dan Hari Akhir. Jumlah surat dalam al-Qur’an ada 114, nama-nama tiap surat, batas-batas tiap surat dan susunan ayat-ayatnya merupakan ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh Nabi sendiri.

Sejarah Ringkas Pemeliharaan al-Qur’an

Pada awal Islam, bangsa Arab adalah bangsa yang buta huruf, hanya sedikit yang pandai menulis dan membaca. Bahkan beberapa di antaranya merasa aib bila diketahui pandai menulis. Karena, orang yang terpandang pada saat itu adalah orang yang sanggup menghafal, bersyair, dan berpidato. Waktu itu belum ada “kitab”. Kalaupun ada hanyalah sepotong batu yang licin dan tipis, kulit binatang, atau pelepah korma yang ditulis. Termasuk kutub, jamak kitab, yang dikirim oleh Nabi kepada raja-raja di sekitar Arab, sebagai seruan untuk masuk Islam.

Setiap kali turun ayat, Nabi menginstruksikan kepada para sahabat untuk menghafalnya dan menuliskannya di atas batu, kulit binatang dan pelepah korma. Hanya ayat-ayat al-Qur’an yang boleh ditulis. Selain ayat-ayat al-Qur’ an, bahkan termasuk Hadis dan ajaran-ajaran Nabi yang didengar oleh para sahabat, di larang untuk dituliskan, agar antara isi al-Qur’an dengan yang lainnya tidak tercampur.

Setiap tahun, malaikat Jibril, utusan Tuhan mengulang (repetisi) membaca ayat-ayat al-Qur’an yang telah diturunkan sebelumnya di hadapan Nabi. Pada tahun Muhammad saw wafat, yaitu tahun 632 M, ayat-ayat al-Qur’ an dibacakan dua kali dalam setahun.6 Ini menarik sekali, karena seolah-olah akhir tugas dan kehidupan Nabi di dunia ini telah diantisipasi akan selesai.

Pada masa khalifah pertama, Abu Bakar, banyak terjadi peperangan melawan orang-orang yang murtad dan para nabi palsu. Di antara mereka yang gugur dalam peperangan banyak penghafal ayat-ayat al-Qur’an. Umar bin Khaththab mengu­sulkan untuk mengumpulkan para penghafal al-Qur’an, disu­ruh membacakan al-Qur’an, menjadikan satu, meneliti dan menulis ulang. Kumpulan itu yang ditulis oleh Zaid bin Tsabit, mushaf, berupa lembaran-lembaran yang diikat menjadi satu, disusun berdasarkan urutan ayat dan surat seperti yang telah ditetapkan oleh Nabi sebelum wafat. Sedangkan pada masa Utsman bin Affan, tentara Muslim telah sampai ke Armenia, Azerbajan di sebelah Timur dan Tripoli di sebelah barat. Kaum Muslim terpencar di seluruh pelosok negeri, ada yang tinggal di Mesir, Syria, Irak, Persia dan Afrika. Naskah beredar di mana­mana, tetapi urutan surat dan cara membacanya beragam, se­suai dialek di mana mereka tinggal. Hal ini menjadikan perti­kaian antarkaum Muslim sehingga menjadikan kekhawatiran pemerintahan Utsman. Maka kemudian Utsman membentuk panitia untuk membukukan ayat-ayat al-Qur’an dengan me­rujuk pada dialek suku Quraisy, sebab ayat al-Qur’an diturun­kan dengan dialek mereka, sesuai dengan suku Muhammad saw. Buku tersebut diberi nama al-Mushaf, ditulis lima kopi dan dikirimkan ke empat tempat: Mekkah, Syria, Bashrah, dan Ku­fah. Satu kopi disimpan di Medinah sebagai arsip dan disebut Mushaf al-Imam.

Walaupun telah disatukan dan diseragamkan, namun tetap cukup banyak al-Qur’an di Afrika dengan dialek berbeda, ter­masuk jumlah ayat yang “berbeda” karena perbedaan mem­baca dalam pergantian nafas (6.666 ayat), tetapi isinya tetap sama. Awalnya, pada zaman Nabi, al-Qur’an memakai dialek Quraisy, tetapi kemudian berkembang menjadi tujuh dialek non-Quraisy. Pada mulanya, ini dimaksudkan agar suku-suku lain lebih mengerti. Ada juga aliran tersendiri (kelompok kecill, pimpinan Dr. Rashad Khalifa, kelahiran Mesir, seorang ahli biokimia dan matematika, yang mempromosikan jumlah ayat 6.234, berbeda 2 ayat dengan naskah Ustman, 6.236 ayat.7 Sedangkan mayoritas Muslim, baik Sunni maupun Syi ah tetap berpegang teguh pada naskah awal yang dikumpulkan semasa Khalifah Ustman, yaitu dialek Quraisy, hingga kini. Perbedaan kecil ini, menjadi sasaran kritik para Orientalis, bahwa al-Qur’ an tidak asli lagi, karena telah ada campur tangan manusia dalam transmisinya. Walaupun demikian, sebagian di antara mereka, seperti Gibb, Kenneth Cragg, John Burton, dan Schwally dalam bukunya Mohammedanism, The Collection of the Qur’an , The Mind of the Qu‘ran, dan Geschichte des Qorans, mengakui bahwa “sejauh pengetahuan kita, kita bisa yakin bahwa teks wahyu telah di­transmisikan sebagaimana apa yang telah diberikan kepada Nabi”.8

Mushaf  Utsmani Disimpan di Mana?

Banyak pertanyaan, di mana copy yang diberikan oleh Kha­lifah Utsman disimpan? Apakah masih ada? Menurut penje­lasan The Institute of Islamic Information and Education of America,9 naskah tadi disimpan di Museum Tashkent di Uz­bekistan, Asia Tengah. Sedangkan hasil copy fax ada di Perpus­takaan Universitas Columbia di Amerika Serikat.10 Keterangan lebih lanjut menjelaskan bahwa copy tersebut sama dengan apa yang dimiliki pada zaman Nabi. Duplikat copy yang dikirimkan ke Syria pada masa Utsman juga masih ada di Topkapi Museum Istambul, duplikat ini dibuat sebelum terjadi kebakaran pada tahun 1892 yang menghancurkan mesjid Jami, di mana mushaf tersebut berada. Naskah yang lebih tua bisa ditemukan di Dar al-Kutub, Kesultanan Mesir. Sangat menarik, terdapat naskah yang disimpan di Perpustakaan Kongres di Washington, Ches­ter Beatty Museum di Dublin (Irlandia) dan Museum di Lon­don-isinya tidak berbeda dengan apa yang terdapat di Mesir, Uzbekistan dan Syria. Sebelumnya juga terdapat 42.000 koleksi naskah kuno disimpan Institute for Koranforshung, University of Munich di Jerman. Namun, ketika Perang Dunia II, koleksi ini hancur karena dibom.11 Sejauh ini, berkat upaya para sahabat Nabi dan atas pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, isi al-Qur’an, sejak zaman Nabi hingga sekarang tetap sama. Namun demi­kian, pertanyaan lainnya muncul. Jika ini semua otentik sesuai dengan aslinya, bagaimana kita yakin bahwa al-Qur’an berasal dari “Sumber Metafisis Tertinggi”?12 Sebagian besar kaum Mus­lim sangat yakin bahwa al-Qur’an adalah asli dari Tuhan, karena al-Qur’an sendiri yang mengatakan demikian; misalnya saja, Surat an-Nisa’ (4:82); al-An’am (6:19); (6:92); an-Naml (27:6); al-Jatsiyah (45:2).13 Sebagian Muslim lainnya baru percaya setelah membaca dan memahami isinya dengan baik, berpikiran jernih, dan mau membuka hati dengan hal-hal yang baru. Tetapi dapat dipahami pula, karena “sumbernya dari dalam”, bagi urang luar yang skeptis, pendapat apa saja dimungkinkan. Oleh karena itu, bagi orang luar, bukan kalangan Muslim atau siapa sajn, pilihannya adalah salah satu dari lima kemungkinan yang “mengarang al-Qur’an”.

Pertama, Nabi Muhammad saw.
Kedua
, para pujangga-ilmuwan Arab dan kumpulan cerita dari berbagai sumber.
Ketiga
, merupakan jiplakan dari kitab suci Injil dan Taurat.
Keemyat
, buatan makhluk asing.
Dan kelima, dari Tuhan.

Al-Qur’ an berpandangan bahwa tidak ada paksaan dalam beragama. Ia mengatakan bahwa percaya atau tidaknya seseorang terhadap isi al-Qur’an, semata-mata karena hidayah Allah. Hidayah diberikan bagi yang mau berpikir jernih dan berprasangka baik.

Sebagian Muslim makin percaya karena faktor-faktor eksternal, bukan hanya karena pernyataan al-Qur’an saja. Mereka berpikir begini.

Pertarma, Muhammad saw terkenal karena kujujurannya, dapat dipercaya, dan bukan orang yang pandai membaca dan menulis. Di lain pihak, gaya bahasa al-Qur’an sangat berlainan dengan gaya bahasa Nabi ketika bertutur. Al-Qur’an selalu memakai gaya yang unik, dimulai dengan “Katakanlah”, “ingatkah”, “Tuhan berkata”, “Mereka bertanya”, dan sebagainya.

Kedua, ada puluhan surat dan ayat yang dimulai dengan huruf-huruf Arab, yang pada awalnya tidak diketahui maknanya. Huruf sisipan atau fawatih. Huruf-huruf ini tidak ada perlunya jika “makhluk biasa” yang membuat, karena tidak dimengerti oleh pembacanya hingga berabad-abad lamanya, membuat bingung.

Ketiga, sesuatu yang menarik lainnya, bahwa nama Muhammad hanya empat kali disebut dalam al­Qur an. Nama Adam as dan Isa as jauh lebih banyak disebut. Mereka disebut oleh al-Qur’an masing-masing 25 kali. Bahkan nama Musa as paling banyak disebut.

Keempat, cerita atau ung­kapan sejarah serupa dengan cerita dalam kitab suci lainnya, namun sangat berbeda dalam detail dan maknanya. Beberapa kisah masa lalu, bahkan tidak ditemukan dalam kitab Yahudi atau Bibel. Seperti kisah bangsa Tsamud, Ad, kota Iram, dialog antara Nuh as dengan puteranya sebelum banjir terjadi, dan “percakapan semut yang didengar Sulaiman as”.

Kelima, seruan al-Qur’an bukan saja ditujukan kepada semua manusia (di bumi dan langit–planet dan alam lainnya), tetapi juga golongan jin (beserta seluruh rasnya, seperti setan, iblis, ifrit, dan makhluk asing yang belum diketahui manusia). Ayat-ayat ini tidak ada perlunya bila “makhluk biasa” yang membuat, apa manfaat­nya?

Keenam, rincian tentang malaikat, jin, penciptaan (banyak) alam semesta dan (banyak) bumi, fenomena ilmiah, di mana pengetahuan manusia belum atau baru saja mengetahui.14

Ketujuh, struktur kodetifikasi yang ditemukan dalam al-Qur’an, di mana ia mengatakan untuk menambah keimanan bagi orang yang beriman dan membuat tidak ragu bagi pembaca Kitab ini (al-Muddatstsir 74 : 30).

Beberapa faktor eksternal tersebut menyebabkan sebagian kaum Muslim makin percaya bahwa al-Qur’an kecil sekali ke­mungkinannya dibuat oleh makhluk biasa, baik manusia mau­pun jin. Kita juga harus ingat, kaum Muslim lainnya, yang bukan Islam karena “dilahirkan” – Islam karena “pindah agama atau mendapatkan agama”, mereka mempunyai alasan yang Iebih spesifik.

Mushaf Utsmani adalah satu-satunya kitab, di mana enkripsi dan kodetifikasi bilangan prima ditemukan secara terstruktur, komprehensif, mulai dari yang paling sederhana hingga yang rumit.


TABEL
1.1.

DAFTAR SURAT DAN  JUMLAH AYAT AL-QUR’AN,

MUSHAF UTSMANI

NAMA SURAT No.
su

rat
Ayat NAMA SURAT No.
su

rat
Ayat
Al Fatihah (Pembukaan) 1 7 AI-Mujadilah (Wanita yg Mengajukan Gugatan). 58 22
Al-Baqarah (Sapi Betina). 2 286 AI-Hasyr (Pengusiran). 59 29
Al-Imran (Keluarga Imran). 3 200 AI-Mumtahanah (Perempuan yg Diuji). 60 13
An-Nisa’ (Wanita). 4 176 Ash-Shaff (Barisan). 6l 14
Al Maidah (Hidangan). 5 120 Al Juma’ah (Hari Jum’at} 62 11
Al-An’am (Binatarg Temak). 6 165 AI-Munafiqun (Orang-orang Munafik). 63 11
AI-A’raf (Tempat Tertinggi). 7 206 At-Taghuibun (Hari Ditampakkan Kesalanan-2). 64 18
Al-Anfal (Rampasan Perang). 8 75 Al-Thalaq (Talak). 65 12
At Taubah (Pangampunan). 9 129 AI-Tahrim (Mengharamkan). 66 12
Yunus (Yunus) 10 109 AI-Mulk (Kerajaan). 67 30
Hud (Hud) 11 123 AI-Qalam (Pena). 68 52
Yusuf (Yusuf) 12 111 Al Haqqah (Hari Kiamat) 69 52
Ar-Ra’d (guruh) 13 43 AI-Ma’arij (Tampat-tampat Naik). 70 44
Ibhrahim 74 52 Nuh (Nuh). 71 28
Al-Hijr 15 99 Al-Jin (Jin). 72 28
An-Nahl (Lebah). 16 128 AI-Muzzanmmil (Orang yang Berselimut). 73 20
Al-Isra’ (Memperjalankan di Malam Hari) 17 111 Al-Muddatstsir (Orang yang Berkemul). 74 56
AI-Kahfi (Gua). 18 110 AI-Qiyamah (Hari Kiamat). 75 40
Maryam 19 98 AI-Insan (Manusia). 76 31
Thaha 20 135 AI-Mursalat (Malaikat yang Diutus). 77 50
Al-Anbiya’ (Nabi-nabi) 21 112 An-Naba’ (Berita Besar). 78 40
AI-Hajj (Haji). 22 78 An-Nazi’at (Malaikat-malaikat yang Mencabut). 79 46
AI-Mu’minun (Orang-orang yg Beriman) 23 118 ‘Abasa (la Bermuka Masam). 80 42
An-Nur (Cahaya). 24 64 At-Takwir (Menggulung). 81 29
Al-Furqan (Pembeda). 25 77 AI-lnfithar (Terbelah). 82 19
Asy-Syu’ara’ (Para Penyair). 26 227 AI-Muthaffifin (Orang-orang yang Curang). 83 36
An-Naml (Semut). 27 93 Al-Insyiqaq (Terbelah). 84 25
AI-Qashash (Cerita-cerita). 28 88 AI-Buruj (Gugusan Bintang). 85 22
AI-‘Ankabut (Laba-laba). 29 69 Ath-Thariq (Yang Datang di Malam Hari). 86 17
Ar-Rum (Bangsa Romawi) 30 60 AI-A’Ia (Yang Paling Tinggi) 87 19
Luqman 31 34 A!-Ghasyiyah (Hari Pembalasan) 88 26
As-Sajdah (Sujud). 32 30 AI-Fajr (Fajar) 89 30
Al-Ahzab (Golongan yang Bersekutu). 33 73 AI-Balad (Negeri) 90 20
Saba’ (Kaum Saba). 34 54 Asy-Syams (Matahari) 91 15
Fathir (Pencipta). 35 45 Al-Lail (Malam) 92 21
Ya Sin 36 83 Adh-Dhuha (Waktu Matahari Sepenggalah Naik). 93 11
Ash-Shaffat (Yang Bersaf-saf). 37 182 Alam Nasyrah (Melapangkan) 94 8
Shad 38 88 At-Tin (Buah Tin) 95 8
Az-Zumar (Rombongan­rombongan). 39 75 Al-‘Alaq (Segumpal Darah) 96 19
AI-Mu’min (Orang yang Beriman). 40 85 Al-Qadr (Kemuliaan) 97 5
Fushshilat (Yang Dijelaskan). 41 54 Al-Bayyinah (Bukti) 98 8
Asy-Syura (Musyawarah). 42 53 Az-Zalzalah (Kegoncangan) 99 8
Az Zukhruf (Perhiasan). 43 89 Al- ‘Adiyat (Kuda Perang yang Berlari Kencang) 100 11
Ad-Dukhan (Kabut). 44 59 AI-Qari’ah (Hari Kiamat) 101 11
A!-Jatsiyah (Yang Berlutut). 45 37 At-Takatsur (Bermegah – megahan) 102 8
Al Ahqaaf (Bukit-bukit pasir) 46 35 Al ‘Ashr (Masa) 103 3
Muhammad 47 38 Al Humazah (Pengumpat) 104 9
AI-Fath (Kemenangan). 48 29 Al-Fil (Gajah) 105 5
AI-Hujurat (Kamar-kamar). 49 18 Quraisy (Suku Quraisy) 106 4
Qaf (Qaf). 50 45 AI-Ma’un (Barang-barang yang Berguna) 107 7
Adz-Dzariyat (Angin yg Menerbangkan) 51 60 AI-Kautsar (Nikmat yang Banyak) 108 3
Ath-Thur (Bukit). 52 49 AI-Kafirun (Orang-orang Kafir) 109 6
An-Najm (Bintang). 53 62 An-Nashr (Pertolongan) 110 3
AI-Qamar (Bulan). 54 55 Al-Lahab (Gejolak Api) 111 5
Ar-Rahmin (Yang Maha Pemurah) 55 78 AI-Ikhlas (Memurnikan Keesaan Allah) 112 4
AI-Waqi’ah (Hari Kiamat) 56 96 AI-Falaq (Waktu Subuh) 113 5
AI-Hadid (Besi). 57 29 An-Nas (Manusia) 114 6
Jumlah 1.653 5.104 4.902 1.132

Total jumlah ayat: 5.104 + 1.132 = 6. 236
Total jumlah nomor surat: 1.653 + 4.902 = 6.555

Surat 1- 57 Surat 58 – 114

Terlihat dari Tabel 1.1 bahwa jumlah ayat al-Qur’an adalah 6.236. Total jumlah nomor surat dari 1 sampai dengan 114:1 + 2 + 3 + …. + 114 = 6.555. Dengan demikian jumlah 6.236 ayat dan angka 6.555 jumlah nomor surat menjadi dasar enkripsi al­Qur’an selanjutnya

1.Huston Smith, Islam, p’ustaka Sufi, Maret 2002, hal. 37.

2.“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan.. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. yang mengajar (manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (al-Alaq 96 : 15).

3.Muhammad Abdul Halim, Memahami Al-Qur’an, Marja, April 2002, hal. 15.
4. Disebut “pusat arsip”, karena, sebagaimana keterangan al-Qur’an, semua kejadian di bumi dan langit (kosmos) tercatat rapi di Lauh Mahfuzh. Bahkan beberapa ayat memberikan pengertian bahwa catatan tersebut telah ada sebelum kejadian itu berlangsung. Oleh karena itu, mengapa berbagai peristiwa yang dikisahkan al-Qur’an selalu teliti dan akurat. Termasuk, menurut pengetahuan manusia, antisipasi ke depan. Selain al-Qur’an, diberitakan juga kitab-kitab sebelumnya dikutip dari “Kitab Utama” ini, termasuk kitab Zabur yang diberikan kepada Daud as.

5.Muhammad Abdul Halim, Memahami AI-Qur’an, Marja, April 2002, hal. 19

6 Baea Khadim al-Haramain asy-Syarifain, AI-Qur ‘an dan Terjemahannya.

7.Berbeda 2 ayat di Surat at-Taubah. Mereka mengatakan 127 ayat, tidak sama dengan al-Qur’an pada umumnya,129 ayat. Namun demikian, Dr. Rashad Khalifa, berjasa karena berani memulai studi matematika dalam al-Qur’an. Sebagian besar karyanya diakui oleh mufasir lainnya, termasuk, misalnya, Quraish Shihab sebagaimana dalam bukunya Mukjizat AI-Qur’an.

8.The Institute of Islamic Information and Education, USA. The Authenticity of The Qur’an, http://www.iiie.net/Articles/AuthenticQuran.html diterima tanggal 13 Desember 2003.

9.Baca juga Yusuf Ibrahim al-Nur, Ma’ al-Masaahif, Dubai: Dar al-Manar, 1st ed.,1993, hal. 117; dan Isma’il Makhdum, Tarikh al-Mushnfal-Uthmani fi Tashqand, Tashkent: AI-ldara al-Diniya, 1971, hal. 22.

10.Baca juga The Muslim Wor1d, 1940,, Vol. 30, hanl. 357-358.

11.Baca lebih lanjut Dr. Maurice Bucaille, The Bible, The Qur’an and Scienre, Indianapolis, American Trust Publications, 1983, atau Fredrick Denny, Islam, NY: Harper & Row, 1987.

12.Baca Malik Ben Nabi, Les phenomenons du coran, yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesa.

13.Misalnya, an-Nisa’ (4:82): “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an? Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentengan yang banyak didalamnya.”
14.Lebih lanjut baca, misalnya, buku-buku karya Malik Ben Nabi (Aljazair-­Prancis), Dr. Maurice Bucaille (Prancis), Jaques Jomier (Prancis), Keith L. Moore (USA-Canada). Gary Miller (USA), Harun Yahya (Turki-UK), Dr. Peter Plichta (Jerman), dan M. Asadi (USA)

DIKUTIP Dari buku harun yahya